PHK MASAL (Lay off), OUTSOURCING PRODUK PEMIKIRAN SESAT
Akhir tahun kemarin saya mengunjungi teman saya yang menjadi CEO sebuah perusahaan degan pendapatan lebih dari Rp.400.Milyar pertahun, karena kunjungan saya mendadak, ternyata beliau sedang menghadiri presentasi program kerja dari Divisi SDMnya untuk tahun 2010.
Divisi SDM tersebut menetapkan tema “Efisiensi dan Efektivitas Dalam Pengelolaan SDM”. Sebuah tema yang sudah mendapat persetujuan mutlak dari BOD. Karena kami cukup akrab dan sudah mengenal juga jajaran Direksinya, saya diajak mendengarkan paparan presentasi yang dibawakan oleh GM HR, daripada saya harus menunggu sendirian di ruang CEO.
Sang GM masih muda umur sekitar 38 tahun, Master dari luar negeri. Presentasinya mempergunakan bahasa “campur aduk”. Presentasi dihadiri oleh para GM dari divisi lainnya dan para manager dari berbagai departemennya. Mungkin karena di luar negeri lebih dari 6 tahun bahasa ibunya sudah “kurang dikuasai” atau mungkin ada “maksud lain” sehingga bahasanya campur aduk.
Materi presentasinya”di atas kertas” bagus, hanya saja yang saya agak terkejut adalah ketika beliau menitik beratkan efisiensi pada pemangkasan jumlah tenaga kerja dan penggunaan tenaga kerja secara “outsourcing”. Saya hanya merasa bahwa sang GM HR karena sudah lama di luar dan mungkin cara berpikirnya berorientasi pada kapitalisme, rasa empati terhadap kondisi ketenagakerjaan di Indonesia sangat tipis sekali. Efisiensi melalui pemangkasan jumlah tenaga kerja memang cepat terlihat hasilnya sehingga menjadi jalan pintas bagi praktisi SDM yang ingin kinerjanya terlihat bagus dalam waktu singkat dan tidak sabar melalui sebuah proses dalam pengembangan SDM. Demikian juga outsourcing.
Ketika sang GM sedang presentasi saya tertarik dengan sebuah “buku/berkas” yang ada di depan CEO, kemudian saya minta ijin untuk membacanya, ternyata buku/berkas tersebut merupakan hasil penelitian/survei mengenai posisi perusahaan di pasar, besaran pangsa pasar dan bagian pasar perusahaan tersebut oleh lembaga penelitian yang sangat terkenal di Indonesia ini.
Dari hasil penelitian tersebut posisi perusahaan ada pada urutan ke 5, dengan bagian pasar sekitar 22%, dan masih sekitar 35% bagian pasar yang dapat diperebutkan oleh perusahaan untuk meningkatkan bagian pasar dan memperbaiki posisinya. Kemudian saya baca analisis keuangannya, ternyata perusahaan tersebut masuk kategori sangat sehat karena kemampuannya membayar kewajiban di atas 200%, artinya peluang investasi untuk memperebutkan “kue” sebesar 35% masih sangat terbuka.
Data tersebutlah yang meperkuat keterkejutan saya dengan materi presentasi sang GM HR. Mungkin saya termasuk praktisi SDM yang konvensional yang selalu menempatkan program efisiensi dan outsourcing sebagai pilihan terakhir ketika perusahaan akan menerapkan program efisiensi dan efektivitas. Itulah sebabnya beberapa pemilik perusahaan pernah mengatakan bahwa orientasi saya dalam mengelola perusahaan terlalu berorientasi pada manusia dan kurang berorientasi pada bisnis. Namun demikian ternyata mereka selalu menyetujui program-program pemberdayaan SDM dan CSR yang saya ajukan, bahkan tidak satu senpun anggaran yang saya ajukan dikurangi, karena data-data membuktikan bahwa setiap tahun produktivitas kerja karyawan meningkat..
Termasuk persetujuan mereka atas usul saya untuk meniadakan system outsourcing di cabang-cabang perusahaan, dengan jaminan bahwa SDM yang berstatus karyawan tetap akan lebih produktif dan tidak akan memberatkan perusahaan jangka panjang jika dikelola dengan strategi yang benar. Ketika dalam acara “Pro Kontra Sistem Outsourcing” di beberapa tahun yang lalu, saya sebagai penyanggah dan diposisikan sebagai pihak yang Kontra terhadap system outsourcing, saya mengatakan saya tidak anti system ini, tetapi dalam kondisi kehidupan bangsa seperti ini apakah kita tega melaksanakan system ini? Bukankah masih banyak system pengelolaan SDM yang tidak kalah efektif, jika kita mau mengeksplorasi kemampuan berpikir kita?
Saya menceritakan ini adalah dengan tujuan mengajak seluruh praktisi SDM untuk tetap mengasah empati dan nurani kita dalam mengelola SDM, mengingat keterpurukan bangsa yang semakin parah. Para praktisi SDM memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengangkat kehidupan pekerja ke arah yang lebih baik di samping meningkatkan tingkat kemampulabaan perusahaan.
Salam,
HRS
Akhir tahun kemarin saya mengunjungi teman saya yang menjadi CEO sebuah perusahaan degan pendapatan lebih dari Rp.400.Milyar pertahun, karena kunjungan saya mendadak, ternyata beliau sedang menghadiri presentasi program kerja dari Divisi SDMnya untuk tahun 2010.
Divisi SDM tersebut menetapkan tema “Efisiensi dan Efektivitas Dalam Pengelolaan SDM”. Sebuah tema yang sudah mendapat persetujuan mutlak dari BOD. Karena kami cukup akrab dan sudah mengenal juga jajaran Direksinya, saya diajak mendengarkan paparan presentasi yang dibawakan oleh GM HR, daripada saya harus menunggu sendirian di ruang CEO.
Sang GM masih muda umur sekitar 38 tahun, Master dari luar negeri. Presentasinya mempergunakan bahasa “campur aduk”. Presentasi dihadiri oleh para GM dari divisi lainnya dan para manager dari berbagai departemennya. Mungkin karena di luar negeri lebih dari 6 tahun bahasa ibunya sudah “kurang dikuasai” atau mungkin ada “maksud lain” sehingga bahasanya campur aduk.
Materi presentasinya”di atas kertas” bagus, hanya saja yang saya agak terkejut adalah ketika beliau menitik beratkan efisiensi pada pemangkasan jumlah tenaga kerja dan penggunaan tenaga kerja secara “outsourcing”. Saya hanya merasa bahwa sang GM HR karena sudah lama di luar dan mungkin cara berpikirnya berorientasi pada kapitalisme, rasa empati terhadap kondisi ketenagakerjaan di Indonesia sangat tipis sekali. Efisiensi melalui pemangkasan jumlah tenaga kerja memang cepat terlihat hasilnya sehingga menjadi jalan pintas bagi praktisi SDM yang ingin kinerjanya terlihat bagus dalam waktu singkat dan tidak sabar melalui sebuah proses dalam pengembangan SDM. Demikian juga outsourcing.
Ketika sang GM sedang presentasi saya tertarik dengan sebuah “buku/berkas” yang ada di depan CEO, kemudian saya minta ijin untuk membacanya, ternyata buku/berkas tersebut merupakan hasil penelitian/survei mengenai posisi perusahaan di pasar, besaran pangsa pasar dan bagian pasar perusahaan tersebut oleh lembaga penelitian yang sangat terkenal di Indonesia ini.
Dari hasil penelitian tersebut posisi perusahaan ada pada urutan ke 5, dengan bagian pasar sekitar 22%, dan masih sekitar 35% bagian pasar yang dapat diperebutkan oleh perusahaan untuk meningkatkan bagian pasar dan memperbaiki posisinya. Kemudian saya baca analisis keuangannya, ternyata perusahaan tersebut masuk kategori sangat sehat karena kemampuannya membayar kewajiban di atas 200%, artinya peluang investasi untuk memperebutkan “kue” sebesar 35% masih sangat terbuka.
Data tersebutlah yang meperkuat keterkejutan saya dengan materi presentasi sang GM HR. Mungkin saya termasuk praktisi SDM yang konvensional yang selalu menempatkan program efisiensi dan outsourcing sebagai pilihan terakhir ketika perusahaan akan menerapkan program efisiensi dan efektivitas. Itulah sebabnya beberapa pemilik perusahaan pernah mengatakan bahwa orientasi saya dalam mengelola perusahaan terlalu berorientasi pada manusia dan kurang berorientasi pada bisnis. Namun demikian ternyata mereka selalu menyetujui program-program pemberdayaan SDM dan CSR yang saya ajukan, bahkan tidak satu senpun anggaran yang saya ajukan dikurangi, karena data-data membuktikan bahwa setiap tahun produktivitas kerja karyawan meningkat..
Termasuk persetujuan mereka atas usul saya untuk meniadakan system outsourcing di cabang-cabang perusahaan, dengan jaminan bahwa SDM yang berstatus karyawan tetap akan lebih produktif dan tidak akan memberatkan perusahaan jangka panjang jika dikelola dengan strategi yang benar. Ketika dalam acara “Pro Kontra Sistem Outsourcing” di beberapa tahun yang lalu, saya sebagai penyanggah dan diposisikan sebagai pihak yang Kontra terhadap system outsourcing, saya mengatakan saya tidak anti system ini, tetapi dalam kondisi kehidupan bangsa seperti ini apakah kita tega melaksanakan system ini? Bukankah masih banyak system pengelolaan SDM yang tidak kalah efektif, jika kita mau mengeksplorasi kemampuan berpikir kita?
Saya menceritakan ini adalah dengan tujuan mengajak seluruh praktisi SDM untuk tetap mengasah empati dan nurani kita dalam mengelola SDM, mengingat keterpurukan bangsa yang semakin parah. Para praktisi SDM memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengangkat kehidupan pekerja ke arah yang lebih baik di samping meningkatkan tingkat kemampulabaan perusahaan.
Salam,
HRS