Jumat, 01 Februari 2013

Masihkah PKS Antirasuah?



Jumat, 01 Pebruari 2013, 06:42 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Jatinangor, Sembilan tahun silam. Seusai shubuh, saya masih membawa 10 boks donat untuk dijual. Donat beraneka rasa itu saya sebar ke beberapa kos-kosan. Sisanya, ke warung makan.
Untungnya lumayan. Jika habis, ada laba Rp 4.000 untuk setiap boks berisi 12 donat. Namun, saya tidak mengantongi sepeser pun margin dari berdagang. Uang itu didonasikan untuk kebutuhan kampanye Partai Keadilan Sejahtera pada Pemilu 2004.
Ketika itu, saya memang 'menjabat' sebagai anggota bidang dana usaha (danus) di Dewan Perwakilan Ranting PKS, Hegarmanah, Jatinangor, Sumedang. Bukan hanya donat, bidang usaha kami bervariasi dari jualan yoghurt, pulsa, hingga majalah. Jika kurang, partai pun mewajibkan semua kader untuk menyumbang dengan gerakan lima ribu rupiah (Galibu). 
Semua kami lakukan demi menegakkan prinsip sundukuna juyughuna. Uang kami, ya dari kantong kami. Para pimpinan ketika itu memang tidak pernah meminta-minta uang untuk kampanye dari sponsor eksternal. Kampanye pun bisa dilakukan dengan merdeka. Ketika menang, tidak ada pesanan apa pun yang memberatkan pundak partai. Citra sebagai partai bersih pun bisa terpelihara. 
Selepas mahasiswa, saya memang tidak lagi mengikuti kegiatan partai. Saya hanya satu-dua kali mengikuti pengajian. Di sana, beberapa kabar tak sedap muncul ke telinga. Teman-teman di akar rumput sering mengeluh dengan kehidupan duniawi para 'imam' di Senayan. Beberapa ustaz lekat dengan tampilan perlente. "Lihat saja jam tangannya kan harus Rolex," kata seorang kawan.
Sedikit demi sedikit, partai dakwah itu pun harus diguncang masalah internal. Beberapa politikus asal PKS mulai tertimpa musibah. Kasus Misbakhun yang dijadikan tersangka akibat tindak pidana penggelapan mulai membuat muka partai tercoreng. Ditambah, nakalnya seorang Ustaz Arifinto yang kedapatan membuka video porno di tengah rapat paripurna DPR.
Kini, badai itu mencapai klimaks. Rabu (30/1) lalu, Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq resmi ditetapkan sebagai tersangka. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenakan Luthfi dengan pasal penyuapan, yakni Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 5 ayat 2 dan atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PKS harus meletakkan mahkota sebagai satu-satunya partai antikorupsi.
Luthfi diduga akan menerima uang muka senilai Rp 1 miliar sebagai imbalan atas jasanya mengegolkan impor daging sapi PT Indoguna Utama. Versi KPK, Luthfi mengutus Ahmad Fathanah (AF) ke Hotel Le Meridien, Jakarta, untuk mendapatkan uang tunai yang sudah dipisah. Rp 980 juta untuk Luthfi, sedangkan 20 juta dibagi rata untuk AF dan seorang perempuan cantik bernama Maharani. 
Para kader - termasuk saya sebagai eks kader - dipaksa harus kembali berkernyit. Kebanyakan masih menengadahkan tangannya kepada Tuhan agar sangkaan KPK itu tidak benar. "Itu fitnah," ujar seorang kader senior.
Banyak kader menilai penangkapan tersebut  janggal. Sebagai seorang anggota komisi I, Luthfi dinilai tidak berwenang untuk mengurus soal impor. Kader PKS dari Dewan Perwakilan Ranting Pasar Minggu, Deni Saiful, menganalisis konstruksi dari penangkapan Luthfi kacau balau. "Yang bikin skenario kurang profesional," katanya menegaskan dalam pesan BlackBerry, Kamis (31/1).
Begitu juga, aksi main sergap penyidik KPK seusai Luthfi dan kawan-kawan menggelar konferensi pers di kantor DPP PKS, Jl Tb Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu malam. Alasan KPK, Luthfi dijemput paksa karena tertangkap tangan. Jika ditilik pada kasus itu, Luthfi tidak berada di hotel. Di Le Meridien, penyidik hanya menangkap empat orang, tidak termasuk Luthfi.  
Bagaimana jika KPK ternyata benar? Presiden itu ternyata memang berniat untuk menerima uang suap. Uang yang diajarkan berstatus haram dalam setiap liqoat. Saya kembali harus menepuk bahu para kolega PKS di akar rumput. Mengusap keringat mereka yang bekerja tanpa pamrih. Demi sebuah jargon, dakwah antirasuah.
Redaktur : A.Syalaby Ichsan

Ustad-ustad Garong, Gila dan Psikopat

Berita penangkapan ustad oleh KPK karena korupsi telah membuka kedok dakwah menyesatkan yang mereka lakukan. Hari ini Jumat, 1 Februari 2013 ketika membaca ROL (Republika) ada tulisan seorang kader partai sang ustad di Bandung yang menjelaskan bagaimana mereka aktif berjualan donat, majalah dan apa saja yang seluruh untungnya dipergunakan untuk membiayai kampanye partai, karena mereka tidak suka meminta bantuan pihak eksternal katanya. Kemudian kalau masih kurang seluruh kader diwajibkan menyumbang Rp.5.000,-.
Setelah partai besar ternyata para ustad yang menjadi imam mereka yang ada di Senayan ternyata mulai mengenakan Jam Rolex. Para kader hanya mengelus dada menyaksikan ulah para imam. Para kader disuruh jualan donat dan untungnya diserahkan partai, tetapi ketika para ustad yang menjadi imam mendapatkan uang milyaran hanya dipergunakan untuk foya-foya. Padahal pada setiap Liqoad para kader diajarkan hal-hal yang baik dan hidup dengan penuh kejujuran dan kesederhanaan.
Miris dan sedih membaca keluhan tsb, para ustad yang rata-rata diberikan pendidikan Agama sejak kecil sampai menimba ilmu ke negeri Nabi, tega-teganya menjerumuskan para kader dan menikmati penderitaan mereka. Saya yakin para ustad memahami yang mereka lakukan adalah pendzoliman anak-anak muda yang masih mudah diindoktrinasi dan dicuci otaknya agar mereka militan terhadap partai sang ustad. 
Ketika pimpinan mereka ditangkap KPK, mereka ramai-ramai membela koleganya  dengan cara membabi buta dan meninggalkan etika islam. Dengan gagahnya mereka mengatakan bahwa partainya didzolimi, difitnah dan direkayasa. Kenapa mereka tidak mengingatkan koleganya yang ditangkap agar melakukan tobatan nasuha, dengan mengembalikan seluruh harta haramnya kepada rakyat negeri ini.Wahai para ustad dan imam bacalah jeritan kader di ROL hari ini, tulisan yang dibuat dengan bahasa yang sangat santun tersebut, menunjukkan baiknya budi pekerti kader yang menuliskan gugatan tsb. Tetapi kebaikan budi pekertinya pastilah bukan hasil Liqoad, melainkan karena diberikan makan, minum dan pakaian yang halal oleh orangtuanya.
Prof. Dr. SM (mantan Ketua Ormas Islam) yang dipanggil buya menyamakan Koruptor adalah Garong, Dr. QS (ahli tafsir) menyebut Koruptor sebagai Gila, karena sudah tahu salah masih dilakukan dan Dr.S (ahli jiwa) menyatakan bahwa Koruptor adalah Psikopat, menikmati hidup diatas penderitaan orang lain.
Mudah-mudahan para ustad dan imam tersebut segera kembali ke ajaran Islam yang baik dan benar,  kalau mau kaya bekerja saja dengan tekun  dan keras atau berdagang sesuai ajaran Islam.