Selasa, 07 Januari 2014

Kroni ANAS menyamakan PENJARA dengan PESANTREN

Saya telah mendukung pilihan anak saya yang ingin mempelajari Dinul Islam dengan baik dan benar, sehingga dia dapat menjadi orang yang sholehah, bertaqwa pada Allah subhana wa ta'ala, menjalankan ajaran Islam yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah serta sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Betapa terkejutnya hati seorang ayah ketika membaca Okezone hari ini, bahwa salah satu Kroni Anas menyatakan bahwa Penjara sama dengan Pesantren. Benar kata seorang Kyiai kalau seseorang sudah masuk politik, maka Tuhanpun akan dilawan. Siapa nyana Anas yang merupakan aktivis HMI, menantu seorang Kyiai, berteman dengan para politisi busuk seperti mereka yang saat ini menjadi kroninya. Ketika anak kedua saya minta ijin pada saya dan bundanya untuk masuk pondok pesantren setelah lulus dari SD Islam Al-Azhar,dengan alasan dia ingin memiliki akhlak mulia, masuk surga dan mampu beribadah dengan baik dan benar. Dia merasa pendidikan agama dan karakter yang diperoleh di Al-Azhar sangat tidak memadai sebagai bekal hidup seorang muslimah. Tentu saja kami berdua terkejut sehingga tidak bisa berkata apa-apa, apalagi mendengar alasannya yang sangat "matang" untuk anak kelas 6 SD. Akhirnya saya minta waktu beberapa hari untuk sholat istikharah. Setelah sholat istikharah saya yakin pilihan anak saya benar, maka mulailah kami berdua mendampingi mengunjungi beberapa pondok pesantren. Anak saya masuk pesantren karena ingin menjadi orang yang sholehah, berakhlak mulia dan senantiasa mampu bertaqwa pada Allah Subhana Wa Ta'ala, sehingga ketika dewasa tidak ingin menjadi pencuri baik uang negara maupun uang sesama, karena apapun yang dinamakan mencuri tidak pernah diajarkan oleh Agama khususnya Agama Islam. Bahkan Allah Subhana Wa Ta'ala sangat membenci pencuri. Prof Dr Hamka dalam tafsir Al-Azhra jilid 2, menjelaskan dengan gamblang bahwa perbuatan Korupsi sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Pesantren mengajarkan hal-hal yang mulia lagi baik, jadi penyamaan Penjara dengan Pesantren adalah hasil pemikiran sesat seorang politisi busuk. Sudah sekitar 1,5 tahun anak saya di Pondok Pesantren, perubahan karkaternya sangat luarbiasa, dia telah berhasil mengikis egonya dengan baik. Kalau di rumah punya kamar sendiri, maka di ponpes dia sudah bisa menikmati kebersamaan "tidur bareng" dengan santriwati lainnya, bekerja sama menjaga kebersihan dan membersihkan kamar dan lingkungannya. Hari-harinya diisi dengan belajar agama islam, beribadah dan mempelajari kita suci Al-Quran. Kalau kami berkunjung dan berdikusi, dia sudah mampu membedakan antara Halal dan Haram dengan baik. Bahkan dia mulai menyoroti perilaku buruk para Ustad dan tokoh-tokoh Islam yang berpolitik yang tujuannya hanya untuk mengumpulkan kekayaan meskipun dengan cara korupsi/mencuri sekalipun. Dia membandingkan Ustad-ustadnya di ponpes yang "baik-baik" dan menyenangkan serta hidup dengan penuh kesederhanaan. Memang ulama-ulama besar seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Syaikhul Islam Ibnu Taymiah, Syekh Yusuf Qardhawi dan ulama besar lainnya pernah dipenjara, namun dalam kaitan memperjuangankan kemurnian ajaran Islam. Sehingga kalau menyamakan Anas dengan para Ulama-Ulama tsb tentu jauh dan tidak logis sama sekali. Masak masuk penjara karena Korupsi dan karena mempertahankan kemurnian ajaran Islam disamakan. Setiap orang yang waras pastilah dapat membedakan. Semoga kroni-kroni Anas, kalau mereka juga Islam mudah-mudahan mereka mendapatkan hidayah dari Allah Subhana Wa Ta'ala sehingga mampu mengenal Islam dengan baik dan benar. Penjara hanyalah untuk orang-orang sesat, sementara pondok pesantren adalah tempat pendidikan Islam yang terbaik yang akan menghasilkan lulusan berakhlak mulia, sementara penjara akan menghasilkan sampah masyarakat.