Rabu, 03 April 2013

Tembak Mati Kalau Berani!



Preman ditembak: TNI disudutkan.  Rakyat sipil (terduga teroris) ditembak, Densus 88 malah dipuji
Ketika hari ini membaca komentar Mayor Jenderal Samsu Djalal, kemudian Laksamana Pertama Mulyo Wibisono dan Ketua PP Muhammadiyah Dr.Din Samsudin di ROL dan media lainnya, memang menimbulkan kesan terjadi ketidak-adilan yang luar biasa. Padahal jika dilihat dari sisi keadilan, para preman yang ditembak mati tersebut sudah terbukti di lapangan menganiaya dan membunuh anggota TNI secara sadis, kejam dan biadab. Jika dihubungkan dengan Pancasila maka pembunuhan anggota TNI tersebut sangat tidak berperikemanusiaan (sila ke 2).
Sebagai anggota masyarakat biasa, mengamati perkembangan kasus ini (LP Cebongan) memang mengherankan, seperti biasa Presiden bersikap reaktif, demikian pula Komnas HAM dan LSM lainnya. Opini-opini yang dibangun langsung menyudutkan TNI cq Kopassus, seolah-olah pasti mereka. Namun ketika rakyat kecil yang menjadi terduga teroris ditembaki Densus 88, mereka semua tidak ada reaksi, kalaupun ada hanya sekedar bereaksi dengan memberi pernyataan ke media.
Kopassus adalah pasukan yang sangat terlatih, mereka dididik dan dibentuk untuk mengamankan bangsa dan negara, kemudian salah satu anggotanya dibunuh secara sadis dan biadab oleh para preman. Jumlah mereka sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luasnya wilayah negara. Tentu saja jika ada satu saja anggota mereka meninggal terlebih dibunuh oleh para preman, rakyat dan negeri ini yang rugi.
Pertanyaannya apa ruginya 4 preman atau bahkan 1.000 preman dibunuh? Masyarakat justru akan sangat berterima kasih jika semakin banyak preman di “sukabumikan”. Ketika di awal tahun 1980-an, banyak preman-preman dibunuh oleh Penembak Misterius yang kala itu dikenal dengan “Petrus”, masyarakat justru sangat berterima kasih, karena menikmati kehidupan dengan aman sentosa.
Tidak usahlah berkomentar tentang HAM jika berurusan dengan para preman, karena toh selama ini mereka secara terus menerus melanggar HAM dan aman-aman saja. Toh sudah bukan rahasia lagi bahwa para preman-preman tersebut ada yang “memelihara”
Bukankah banyak anggota DPR yang koruptor, itu juga pelanggar HAM dan menyerang keamanan negeri dan bangsa ini, bukankah para Jenderal yang memiliki rekening gendut juga melanggar HAM? Kasus penganiayaan Tama ICW pun didiamkan oleh Presiden, meskipun kala itu beliau juga menjenguk ke rumah sakit (?). Koruptor lebih merugikan rakyat dan merusak bangsa ini dibandingkan para terduga teroris tsb. Oleh sebab itu negara-negara besar seperti Amerika dan sekutunya senang ketika Rezim pemerintahan ini berhasil mengembangkan budaya Korupsi. Amerika dan sekutunya tentu akan sangat bahagia jika rakyat Indonesia menderita karena elit negeri ini menjadi koruptor semua.
Oleh sebab itu jika menyimak komentar Dr Din Samsudin, masyarakat akan mengapresiasi Densus 88 jika berani menembak mati Koruptor dan tidak hanya rakyat sipil yang diduga teroris. Saya yakin masyarakat tidak akan menghujat  Densus 88 jika mereka menembak para Koruptor di depan anak dan isterinya di siang bolong. Bahkan reputasi Densus 88 akan disejajarkan dengan Pasukan Khusus lainnya yang ada di TNI (Kopassus, Paskhas dan Marinir) yang saat ini sangat harum dimata rakyat. Apa bangganya memiliki Jenderal seperti Djoko Susilo? Bukahkah penyidik Kompol Novel Baswedan dkk harum namanya ketika berani mengusut korupsi di tubuh Polri yang menrupakan institusinya sendiri. Berani menyidik para Perwira Tinggi dan Menengah Polri yang merupakan atasan dan koleganya.
Saya termasuk tidak sepakat jika Densus 88 dibubarkan, karena menurut saya Densus 88 dapat diberdayakan untuk memerangi para koruptor dengan cara dan sistem yang sama ketika mereka memerangi terorisme. Indonesia emas akan terbangun jika Densus 88 memiliki nyali yang sama dengan Kompol Novel Baswedan dalam memerangi korupsi di institusinya. Semoga Allah swt memberikan hidayah pada anggotanya yang muslim.
Perang melawan koruptor itu jauh lebih penting daripada mengurusi preman yang ditembak, preman mati rakyat senang, koruptor hidup rakyat kelaparan dan penuh penderitaan. Jadi adilnya koroptor dan preman ditembak mati saja sama-sama, setelah itu rakyat akan bertepuk tangan.