Rabu, 16 Juli 2014

Bedanya Rakyat Kecil dengan Elit dalam Pilpres

Hiruk pikuk Pilpres 2014 selama beberapa bulan terakhir, telah meluapkan emosi jutaan rakyat Indonesia, dari mulai tukang gali kubur sampai para menteri, dari anak-anak SMA sampai para Profesor, dengan segala kepentingannya masing-masing. Kalau rakyat kecil (golongan 1) ketika menjatuhkan pilihannya hanya berharap bahwa Presiden hasil pilihannya dapat menciptakan kehidupan yang "tentrem lan raharja" maksudnya hidup penuh kedamaian dalam kehidupan yang makmur dan sejahtera. Sementara para Menteri, bekas Menteri, Politisi, para Profesor, Doktor dan sejenisnya (golongan 2) berharap bahwa Presiden yang didukungnya akan memberikan jabatan yang empuk dan basah, terhormat tetapi bebas untuk melakukan korupsi.
Golongan 1 menentukan pilihan sesuai hati nurani, mereka memilih dengan penuh kejujuran dengan harapan yang sederhana, sesuai dengan keinginan para pendiri republik ini, yaitu hidup dalam keadilan dan kemakmuran (Adil dan Makmur). Keadilan dan Kemakmuran bukan untuk dirinya sendiri namun untuk seluruh rakyat negeri ini.
Sementara Golongan 2, mereka menentukan pilihan dukungan tidak berdasarkan hati nurani, namun berdasarkan kepentingan sesaat (pragmatis). Itulah sebabnya golongan 2 ini lebih menghalalkan segala agar jagoannya terpilih menjadi Presiden. Bahkan golongan 2 yang didalamnya ustad politisi, telah menghalalkan yang haram, seperti berghibah, memfitnah dan berkata bohong. Semua dilakukan agar jagoannya menang sehingga terpilih jadi Presiden. Hidup mereka dipenuhi mimpi kehidupan yang hedonis, punya jabatan, kuasa, harta melimpah, sehingga nafsu syahwat mereka dapat dilampiaskan semaksimal mungkin. Keinginan memenuhi nafsu syahwat ini telah menjadikan mereka mengabaikan perintah Allah subhana wa ta'ala, agar dalam kehidupan di dunia yang sebentar tidak dipergunakan untuk melampiaskan nafsu semata, namun harus diisi dengan banyak beribadah.
Orang-orang yang saya kagumi, bergelar profesor doktor, memiliki andil dalam melahirkan reformasi, karena keinginan syahwat kekuasaannya sangat besar, belakangan bersikap dan berperilaku "menjijikan". Mencela, mencaci bahkan memfitnah salah seorang Capres yang tidak didukungnya, agar Capres yang didukungnya menang.
Semoga di bulan Ramadhan ini Allah subhana wa ta'ala yang maha pengasih lagi penyayang memberikan hidayah pada sang profesor agar kembali ke jalan yang lurus. Sebagai orang yang berpendidikan tinggi bahkan sebagai seorang pendidik, sudah seharusnya beliau dapat bertindak, bersikap serta berkata yang dipenuhi kebaikan, sehingga dapat dicontoh oleh anggota masyarakat lainnya.