Allah subhana wa ta’ala telah
menjelaskan bahwa manusia terdiri dari dua golongan yaitu “golongan kiri” yang
tidak mau berbuat baik, tempatnya adalah neraka. Sebelumnya Allah juga
menginformasikan adanya “golongan kanan” yang berbuat baik, tempatnya adalah
surga. Dalam ayat-ayat yang lain Allah juga bersumpah dengan makhluk-makhlukNya
yang bertolak belakang, untuk menekankan bahwa dalam diri manusia juga
diciptakan dua potensi yang bertolak belakang (QS Asy-Syams)
Kemudian ada manusia yang
mengembangkan potensi baiknya maka ia akan berbuat baik dan ada pula yang
manusia yang mengembangkan potensi jahatnya maka ia berbuat jahat. Dalam
ayat-ayat selanjutnya Allah menegaskan bahwa aktualisasi sifat-sifat manusia
tersebut memang berbeda-beda bahkan bertolak belakang (QS Al-Lail)
Mereka yang mengembangkan potensi
baiknya akan bahagia di dunia dan terutama di akhirat dan bagi mereka yang
mengikuti potensi jahatnya akan celaka, yaitu tidak akan memperoleh kebahagiaan
baik didunia, dan diakhirat akan masuk neraka.
Diriwayatkan oleh Abu Hrairah
r.a., dia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Setiap umatku akan masuk surga pada hari Kiamat, kecuali orang yang
enggan”. Para sahabat bertanya: “Siapa,
mereka yang enggan wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab: “Barang siapa yang taat kepadaku maka dia
pasti masuk surga dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku, maka dia telah
enggan masuk surga” (HR Bukhari dan Ahmad)
Meskipun sudah jelas Firman Allah
subhana wa ta’ala dan sabda Rasulullah sallallahu alaihi wassalam baik dalam
Alquran maupun dalam al hadis, namun banyak kaum muslim yang mengabaikan.
Pengembangan diri yang dilakukan justru bersandarkan pada ilmu pengetahuan yang
dikembangkan oleh ilmuwan barat. Padahal sebenar-benarnya perkataan adalah
kitabullah (Alquran) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad
sallallahu alaihi wassalam.
Karena potensi yang ada dalam
diri manusia diberikan oleh Allah subhana wa ta’ala, yaitu Allah Yang Maha
Besar, Allah Yang Maha Kuasa dan Allah Yang Maha segala-galanya, maka dapat
dipastikan bahwa potensi manusia itu tidak terbatas.
Sebagian besar pola pengembangan
potensi manusia lebih diarahkan pada kesuksesan duniawi, karena memang yang
bersifat keduniawian inilah yang dapat dirasakan kenikmatannya secara instan.
Itulah sebabnya mereka telah menginvestasikan hidupnya, hartanya, waktunya dan
tenaganya untuk menempuh pendidikan umum setingginya sampai bergelar master dan
doktor. Mereka yang berniaga, telah bekerja keras mengembangkan usahanya siang
dan malam, sehingga usahanya berkembang sangat besar dan memperoleh kekayaan
yang luar biasa hebat. Sementara mereka yang bekerja pada orang lain, mengabdi
dengan penuh loyalitas, membanting tulang, memeras otak agar dapat dipercaya sebagai
pimpinan tertinggi di perusahaan. Mereka merasa sangat bahagia dengan apa yang
diraihnya.
Yang lebih tidak masuk akal
adalah mereka yang berprofesi sebagai politisi, meskipun mereka terdiri dari
para ustad yang memahami ajaran agama Islam dengan baik, larangan-laranganNya
telah dilanggar dengan kesadaran penuh. Islam mengajarkan agar tidak suka
berbohong, ingkar janji, berghibah, memfitnah, hidup agar tidak bermewah-mewah,
jujur, tidak korupsi dsb. Namun tidak
tidak ada satupun politisi Islam yang mampu melakukan hal tsb. Para ustad yang
menjadi politisi tidak ada bedanya dengan politisi murni yang tidak mengenal
ajaran Islam. Semua jalan dihalalkan demi meraih kekuasaan dan kekayaan.
Hal-hal tersebut telah melupakan
fitrah mereka sebagai manusia agar senantiasa bertakwa pada Allah subhana wa
ta’ala. Perintah-perintahNya telah diabaikan, atau paling tidak dikesampingkan,
karena mereka beranggapan bahwa kebahagiaan di akhirat hanya semu, bahkan ada
yang beranggapan sebagai halusinasi belaka.
Kondisi ini sudah sangat
mengkawatirkan, betapa rusak mental mereka, Alquran, Dana Haji, Sapi, Hutan
dirusak oleh para politisi Islam. Hal ini terjadi karena para politisi tsb
sudah mulai meninggalkan ajaran Islam dalam perilaku dan sikap hidup mereka.
Kaum muda, generasi muda atau
anak-anak muda, jika ingin meraih kehidupan bahagia, hendaklah mempelajari
agama Islam dengan baik dan benar, kemudian di amalkan. Islam sudah mengajarkan
agar kita bisa berhasil dalam pekerjaan atau usaha kita wajib untuk bersikap
jujur, tekun, ulet, loyal, bekerja keras dan amanah dalam menerima tugas. Jika
sikap-sikap tersebut kita junjung tinggi Insya Allah, kebahagiaan dunia dan
akhirat akan dapat diraih.
Allah subhana wa ta’ala telah
memberikan kita potensi tidak terbatas. Sampai saat belum ada satupun alat ukur
yang dapat menentukan potensi diri seseorang, kalau IQ, EQ dsb dapat diukur
maka potensi diri belum dapat diukur. Oleh sebab itu kembangkan potensi diri
yang kita miliki untuk meraih kesuksesan baik di dunia maupun diakhirat.