Selasa, 05 Agustus 2014

Golongan Manusia dan Potensinya, Realita Vs Alquran.



Allah subhana wa ta’ala telah menjelaskan bahwa manusia terdiri dari dua golongan yaitu “golongan kiri” yang tidak mau berbuat baik, tempatnya adalah neraka. Sebelumnya Allah juga menginformasikan adanya “golongan kanan” yang berbuat baik, tempatnya adalah surga. Dalam ayat-ayat yang lain Allah juga bersumpah dengan makhluk-makhlukNya yang bertolak belakang, untuk menekankan bahwa dalam diri manusia juga diciptakan dua potensi yang bertolak belakang (QS Asy-Syams)
Kemudian ada manusia yang mengembangkan potensi baiknya maka ia akan berbuat baik dan ada pula yang manusia yang mengembangkan potensi jahatnya maka ia berbuat jahat. Dalam ayat-ayat selanjutnya Allah menegaskan bahwa aktualisasi sifat-sifat manusia tersebut memang berbeda-beda bahkan bertolak belakang (QS Al-Lail)
Mereka yang mengembangkan potensi baiknya akan bahagia di dunia dan terutama di akhirat dan bagi mereka yang mengikuti potensi jahatnya akan celaka, yaitu tidak akan memperoleh kebahagiaan baik didunia, dan diakhirat akan masuk neraka.
Diriwayatkan oleh Abu Hrairah r.a., dia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Setiap umatku akan masuk surga pada hari Kiamat, kecuali orang yang enggan”. Para sahabat bertanya: “Siapa, mereka yang enggan wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab: “Barang siapa yang taat kepadaku maka dia pasti masuk surga dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku, maka dia telah enggan masuk surga” (HR Bukhari dan Ahmad)
Meskipun sudah jelas Firman Allah subhana wa ta’ala dan sabda Rasulullah sallallahu alaihi wassalam baik dalam Alquran maupun dalam al hadis, namun banyak kaum muslim yang mengabaikan. Pengembangan diri yang dilakukan justru bersandarkan pada ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh ilmuwan barat. Padahal sebenar-benarnya perkataan adalah kitabullah (Alquran) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad sallallahu alaihi wassalam.
Karena potensi yang ada dalam diri manusia diberikan oleh Allah subhana wa ta’ala, yaitu Allah Yang Maha Besar, Allah Yang Maha Kuasa dan Allah Yang Maha segala-galanya, maka dapat dipastikan bahwa potensi manusia itu tidak terbatas.
Sebagian besar pola pengembangan potensi manusia lebih diarahkan pada kesuksesan duniawi, karena memang yang bersifat keduniawian inilah yang dapat dirasakan kenikmatannya secara instan. Itulah sebabnya mereka telah menginvestasikan hidupnya, hartanya, waktunya dan tenaganya untuk menempuh pendidikan umum setingginya sampai bergelar master dan doktor. Mereka yang berniaga, telah bekerja keras mengembangkan usahanya siang dan malam, sehingga usahanya berkembang sangat besar dan memperoleh kekayaan yang luar biasa hebat. Sementara mereka yang bekerja pada orang lain, mengabdi dengan penuh loyalitas, membanting tulang,  memeras otak agar dapat dipercaya sebagai pimpinan tertinggi di perusahaan. Mereka merasa sangat bahagia dengan apa yang diraihnya.
Yang lebih tidak masuk akal adalah mereka yang berprofesi sebagai politisi, meskipun mereka terdiri dari para ustad yang memahami ajaran agama Islam dengan baik, larangan-laranganNya telah dilanggar dengan kesadaran penuh. Islam mengajarkan agar tidak suka berbohong, ingkar janji, berghibah, memfitnah, hidup agar tidak bermewah-mewah, jujur, tidak korupsi dsb.  Namun tidak tidak ada satupun politisi Islam yang mampu melakukan hal tsb. Para ustad yang menjadi politisi tidak ada bedanya dengan politisi murni yang tidak mengenal ajaran Islam. Semua jalan dihalalkan demi meraih kekuasaan dan kekayaan. 
Hal-hal tersebut telah melupakan fitrah mereka sebagai manusia agar senantiasa bertakwa pada Allah subhana wa ta’ala. Perintah-perintahNya telah diabaikan, atau paling tidak dikesampingkan, karena mereka beranggapan bahwa kebahagiaan di akhirat hanya semu, bahkan ada yang beranggapan sebagai halusinasi belaka.
Kondisi ini sudah sangat mengkawatirkan, betapa rusak mental mereka, Alquran, Dana Haji, Sapi, Hutan dirusak oleh para politisi Islam. Hal ini terjadi karena para politisi tsb sudah mulai meninggalkan ajaran Islam dalam perilaku dan sikap hidup mereka.  
Kaum muda, generasi muda atau anak-anak muda, jika ingin meraih kehidupan bahagia, hendaklah mempelajari agama Islam dengan baik dan benar, kemudian di amalkan. Islam sudah mengajarkan agar kita bisa berhasil dalam pekerjaan atau usaha kita wajib untuk bersikap jujur, tekun, ulet, loyal, bekerja keras dan amanah dalam menerima tugas. Jika sikap-sikap tersebut kita junjung tinggi Insya Allah, kebahagiaan dunia dan akhirat akan dapat diraih.
Allah subhana wa ta’ala telah memberikan kita potensi tidak terbatas. Sampai saat belum ada satupun alat ukur yang dapat menentukan potensi diri seseorang, kalau IQ, EQ dsb dapat diukur maka potensi diri belum dapat diukur. Oleh sebab itu kembangkan potensi diri yang kita miliki untuk meraih kesuksesan baik di dunia maupun diakhirat.