Rabu, 10 Desember 2014

INTEGRITAS DALAM PANDANGAN ICAL DAN SBY

Dunia perpolitikan beberapa hari ini gonjang-ganjing, akibat hasil Munas Golkar versi Ical, yang merekomendasikan agar Perppu tentang Pilkada, yang berisi tata cara pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung seperti 10 tahun terakhir DITOLAK. Penolakan ini dilakukan secara aklamasi yang penuh dengan intimidatif dan "gula-gula", karena semua ketua DPD sepakat memilih Ical sebagai Ketua Umum Golkar. Dalam proses ini terkesan seluruh Ketua DPD tidak memiliki akal sehat, karena mereka tahu persis bahwa rakyat menghendaki Pilkada langsung, namun mereka seperti dicocok hidungnya ketika diminta untuk aklamasi memilih Ical. Mereka tidak peduli bahwa selama Golkar dipimpin Ical, Golkar justru merosot perolehan kursinya di DPR. Bahkan keinginan Ical untuk menjadi Caprespun tidak dilirik rakyat sama sekali, kemudian menurunkan (meninggikan) derajat melamar menjadi Wapresnya Prabowo maupun Jokowi, tetapi keduanya menolak, dan Prabowo hanya menjanjikan sebagai Calon Menteri. Ical mungkin berpikir "lumayan" lah menjadi menteri, sehingga mati-matian memperjuangkan kemenangan Prabowo dan menjadi motor KMP.
Kembali pada hasil Munas Golkar yang menolak Perppu Pilkada, yang langsung didukung oleh politisi PKS seperti HNW, FH. Demikian pula politisi Gerindra DM, juga mencoba berdalih bahwa KMP tidak pernah menyepakati Perppu Pilkada secara langsung. Tentu saja dukungan penolakan dengan bahasa berbeda diberikan oleh para "pengikut" Ical. Saya memakai istilah pengikut karena mereka dalam mengambil keputusan menelan apa saja yang dikatakan Ical, meskipun banyak diantara mereka yang berpendidikan tinggi.
Tentu saja penolakan ini membuat SBY politikus yang tidak kalah licinnya dengan ical murka besar, karena dilecehkan. SBY langsung memerintahkan "anak buah" nya di PD untuk segera menjalin komunikasi dengan PDIP & KIH. Untuk memperkuat komitmen dan kepastian, maka SBY turun langsung menemui Presiden Jokowi dan JK. Hasilnya sudah dapat diduga bahwa setelah pertemuan dengan wajah sumringah, SBY menginformasikan bahwa Jokowi dan JK 100% pemikirannya sama yaitu Pilkada Langsung.
Perubahan situasi politik dimana SBY mesra dengan pemerintahan sekarang, membuat KMP "ketakutan" setengah hidup, dan tentu saja yang paling takut adalah Ical dan pengikutnya, apalagi setelah PAN bergabung dengan PD dan KIH untuk menyepakati Pilkada langsung. Akibatnya apa? Dengan raut muka tak bersalah Ical (sudah diduga) berbalik mendukung Perppu Pilkada langsung.
Kondisi ini tentu menimbulkan pertanyaan apakah Ical dan pengikutnya tidak malu menarik ucapannya? Tentu saja tidak, beliau adalah politisi profesional, dan sebagai politisi profesional era sekarang integritas tidaklah penting. Salah satu kompetensi yang wajib dimiliki seorang politisi era sekarang adalah keberanian untuk bersikap plin-plan. Tentu saja sikap ini sangat berbeda dengan para politisi yang telah berjuang membangun negara dan bangsa ini seperti Sukarno, Hatta, Syahrir, Moh Yamin dll. Mereka berpolitik dengan tujuan mensejahterakan rakyat, oleh karena itu sebagai pemimpin mereka menjaga Integritas dan amanah. Sehingga ketika beliau-beliau sudah meninggal, rakyat masih mengenang dan menghargainya. Bandingkan dengan para politisi era sekarang, tujuan mereka berpolitik adalah tahta, harta dan wanita. Muncul pertanyaan kalau mereka mati, apakah masyarakat masih mau mengenangnya?, rasanya pasti tidak. Bahkan mungkin sebagian besar rakyat akan bersyukur jika mereka cepat-cepat mati.
Yang masih perlu diamati adalah, bagaimana reaksi SBY setelah Ical menarik ucapannya, apakah beliau masih komit dengan perkataannya bahwa tidak mungkin bisa bekerja sama dengan orang yang telah mengkhianatinya? Sebagai seorang politisi yang tidak kalah licinnya dengan Ical, perkembangan dikemudian hari sangat menarik untuk "dipelajari" oleh generasi muda yang tertarik bidang politik.
Masyarakat juga harus ingat, bahwa Perppu Pilkada tidak lahir karena sikap kenegarawanan SBY, tetapi lebih disebabkan oleh perilaku para politisi PD yang dikomandani Syarif Hasan dan Ibas (anak SBY) yang telah melakukan walk out (WO). Ketika itu SBY telah memberikan perintah untuk mengusut siapa dalang WO dan diberikan sanksi, dan Nurhayati dengan gagah berani mengatakan bahwa "sayalah yang bertanggung jawab atas WO".  Kemudian apakah SBY langsung memberikan sanksi? sampai sekarang tidak jelas, bahkan terkesan SBY dan anak buahnya sudah melupakan peristiwa WO. Nurhayati yang merupakan mantan staf Ibu Ani memiliki kedudukan yang sangat kuat, karena mungkin saja Nurhayati memiliki informasi-informasi yang bersifat sangat rahasia dan tabu untuk diketahui oleh masyarakat.
Oleh sebab itu setelah Ical dan KMP berbalik mendukung Perppu Pilkada, reaksi SBY menarik untuk dinanti dan menjadi pelajaran bagi generasi muda yang ingin meniti karir sebagai politisi.